Ku Kubur Cinta Ini Di Hatiku
She … Kaget, sedih dan terluka“Sebaiknya kita berteman saja mulai sekarang.” Dia berkata tanpa melihatku. Jantungku tersentak. Apakah telingaku salah mendengar ? Dia ingin mengakhiri hubungan kami ?“Aku yakin kamu pasti bisa mendapatkan seseorang yang jauh lebih baik dariku.” Dia pergi menjauh. Selangkah, dua langkah, dia menggerakkan kakinya dengan pandangan lurus ke depan. Berbaliklah… menolehlah… lihatlah diriku rapuh tanpamu…Rasa sedih membuat ku terjatuh duduk di lantai coklat depan kamar kosku. Suasana sepi kos memberiku keleluasaan untuk menangis tanpa takut mengganggu siapapun. Penghuni kos lain sudah pulang semua, seharusnya diriku sudah ada di rumah bersama keluargaku. Tapi dengan bodohnya ku memilih diam disini. Setelah satu minggu tanpa kabar, dia menghubungiku lagi, mengatakan ada hal penting harus dibicarakan. Ku tunggu seharian. Membersihkan kamar, merias diriku agar terlihat cantik di depannya. Kupikir dia sangat merindukan karena sudah seminggu kami tak bertemu. Tidak kusangka, dia datang untuk mengakhiri hampir tiga tahun hubungan ini. baca juga Kasih Sayang Seorang Ibu Tanpa Batas Dan Tanpa Syarat
“Tidak…!!!” masuk ke kamar dan melempar semua yang bisa kulempar. Buku-buku kuliah beterbangan kesana kemari. Bantal hinggap di atas lemari, satunya lagi masuk kamar mandi karena kebetulan pintunya tidak kututup. Boneka babi pink, dia berikan padaku saat hari jadi kedua kami, terlempar ke lantai. Kuinjak–injak dengan kasar. Rasanya sakit sekali.
He … Terpaksa harus entah apa alasannya
Baru seminggu diriku tak melihatnya, tapi kenapa dia terlihat begitu berbeda ? Wajahnya pucat, matanya sembab. Ini salahku. baca juga Bunga Keabadian Edelweiss
Betapa ingin kumenariknya dalam dekapan. Dia tidak salah apa-apa, semua salahku. Ini tidak adil untuknya, tidak adil untukku juga. Tapi apa bisa kulakukan ?. Kutarik nafas panjang sebelum akhirnya mengucapkan kata-kata yang kupikir tak akan pernah kuucapkan. “Sebaiknya kita berteman saja mulai sekarang”. Kupandang bunga kamboja Jepang tumbuh di depan kamarnya. Tak ada keberanian untuk menatap matanya.
Dia diam. Kuyakin hatinya terluka. Pasti dia punya ribuan tanya ingin diucap. Tapi kedua bibirnya tertutup rapat. Keheningan itu semakin menyiksaku.
“Yakin kamu pasti bisa mendapatkan seseorang yang jauh lebih baik dariku”. Ucapku sambil belalu pergi meninggalkannya. Menatap lurus ke depan, tak mau menoleh ke belakang karena kutahu sekali saja berbalik menatapnya, maka pikiranku akan berubah. Tidak, inilah hal terbaik untuk kami. Maafkan diriku…
She … Rapuh, gagal move on
Aku harus pulang. Diriku takut sendiri…
Kuambil beberapa potong pakaian dari lemari dan menjejalkannya sembarangan dalam ransel. Kemudian berjalan pelan ke depan cermin. Lihatlah gadis pada cermin itu ! Wajahnya pucat, rambutnya berantakan, maskara dan bedaknya luntur akibat air mata tak berhenti mengalir.
“Aku benci kamu…!!!” Teriakku sambil meninju cermin dengan kuat. Kurasakan sakit luar biasa pada ruas–ruas sendi jari tangan kananku. Tapi sakit itu tak seberapa dibandingkan sakit di dada. Darah merembes dari luka–luka kecil disana. Aku meringis lalu menjatuhkan badan, duduk bersimpuh di depan pecahan cermin terserak di lantai. Batinku tak sanggup…
Dengan tenaga seadanya, kucoba bangkit berdiri. Kakiku bergetar, tapi kupaksa untuk melangkah. Kuambil jaket dan ransel lalu memakainya. Helm putih tadi terlempar, kini tergeletak di lantai, kupungut dengan tangan kiri karena tangan kanan rasanya sakit sekali. Kupakai, tapi talinya tidak kupasang. Biasanya dia selalu memasang tali helmku kalau lupa. Ah, sialan! Aku harus berhenti memikirkannya, berhenti mencintai dan melupakan.
Kupacu sepeda motorku dengan cepat. Walau jari-jari terasa sangat perih, aku memaksanya untuk memutar stang motorku. Beberapa kali motorku hampir menabrak pembatas jalan, tapi itu tak membuatku mengurangi kecepatan. Jalanan berliku dan menanjak juga tak menjadi halangan bagiku.
She … Kenangan itu terus saja terbayang
Rasa perih di dadaku semakin besar begitu adegan demi adegan kebersamaanku dengan pria itu muncul di otakku. Masih kuingat dulu kami sering pergi berboncengan, mengendarai sepeda motor pada jalan sepi menuju pantai di kota kecil tempat kami menuntut ilmu. Kuingat selalu memeluknya dengan erat saat kecepatan motornya sudah jauh melewati batas normal. Kuingat dia menggenggam kedua tanganku dengan tangan kirinya sambil berkata “Aku sangat mencintaimu”. Aku ingat setelah mendengarkan kata-kata itu, aku menyandarkan kepalaku ke punggung hangatnya dan berkata, “Aku juga sangat mencintaimu.”.
She … Membuat mataku terpejam saat mengemudi
Hatiku semakin sakit. Lalu kupejamkan mataku perlahan. Menikmati terpaan angin dingin seakan menampar wajahku. Tuhan, ku tak bisa hidup tanpa dia, hatiku sangat mencintainya. Lebih baik mati daripada hidup tanpa dia…
Lalu, antara sadar atau tidak, kurasakan hantaman keras mengenai sepeda motorku. Kejadian itu begitu cepat, refleks mataku terbuka. Namun saat mataku terbuka, tubuhku sudah tersungkur diatas aspal. Helm dengan tali tidak terikat, terlepas dari kepala dan terpental jauh. Daguku membentur aspal kasar. Kurasakan nyeri tak tertahankan di beberapa bagian tubuhku. Lalu semuanya gelap. Sangat gelap. Tidak bisa melihat apapun. Apakah ini kematian ?
0 comments:
Post a Comment